Laporan Praktikum Titrasi Penetralan (Asidi-Alkalimetri) dan Aplikasi Penentuan Kadar NH3 dalam Pupuk ZA
I.
Judul
Percobaan : Titrasi
Penetralan (Asidi-Alkalimetri) dan Aplikasi Penentuan Kadar NH3
dalam Pupuk ZA
II.
Tanggal/Hari
Percobaan : Senin, 08 Oktober 2018, Pukul 10.30 WIB
:
Senin, 08 Oktober 2017, Pukul 12.00
WIB
III.
Tujuan
Percobaan :
1. Standarisasi
larutan asam (HCl) dengan Na2CO3.
2. Penentuan
kadar NH3
dalam pupuk ZA.
IV.
Tinjauan
Pustaka
Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan
dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya. Asidi-alkalimetri adalah salah satu metode titrasi kimia
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip titrasi asam-basa.
Asidi-alkalimetri berfungsi untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu
larutan secara analisis berdasarkan jumlah volume larutan yang digunakan dalam
titrasi (volumetri). Secara umum metode asidi-alkalimetri didasarkan pada
reaksi kimia sebagai berikut :
aA + tT
produk

Dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. untuk menghasilkan
produk yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan
(larutan standar) konsentrasi dan pH-nya telah diketahui. Saat equivalen mol titran
sama dengan mol analitnya begitu pula mol equivalennya juga berlaku sama.
ntitran
= nanalit
neq
titran = neq analit
Asidi
alkalimetri terdiri dari dua kata yaitu asidimetri adalah penetapan kadar
secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan
menggunakan larutan baku asam dan alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa
yang bersifat asam dengan menggunakan larutan baku basa. (Underwood
dan Day, 2001)
Dalam
titrasi, terdapat istilah berupa titran dan analit. Titran adalah larutan yang
belum diketahui konsentrasinya yang berada dalam buret sedangkan analit merupakan
larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dengan tepat yang terdapat dalam
erlenmeyer.
Larutan
baku adalah larutan yang sudah diketahui konsentrasinya secara pasti. Larutan
baku primer adalah larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi
larutannya diketahui secara tepat melalui metode gravimetrik (perhitungan
massa), dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum
diketahui. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah
dilakukan penimbangan teliti dari zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam
volume tertentu. Larutan baku sekunder adalah larutan yang distandarkan dengan
larutan standar primer. Reaksi tersebut termasuk reaksi netralisasi artinya
reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang
berasal dari basa menghasilkan air bersifat netral.
Penetapan
titik akhir pada titrasi asidi-alkalimetri menggunakan indikator. indikator
adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk basa
yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat
saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain disebabkan adanya
konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu. (Wood, 1980)
Titik
akhir titrasi yaitu saat terjadi perubahan warna saat melakukan titrasi dan
menandakan berakhirnya proses titrasi. Titik ekivalen adalah saat terpenting
untuk melihat perubahan pH, dalam titik ini terjadi persamaan jumlah antara mol
asam dan mol basa. Proses ini berhubungan dengan fungsi kerja dari indikator
asam-basa, pemilihan indikator harus sesuai dengan suasana larutan yang akan
dititrasi pada saat titik ekivalen karena indikator asam-basa akan berfungsi
pada rentang pH tertentu secara maksimal sehingga menentukan tingkat
keberhasilan titrasi penetralan. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah asam lemah atau basa lemah karenaasam lemah dan basa lemah ini
umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang
mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut.
Pada
proses titrasi asidi-alkalimetri bisa menggunakan indikator metil jinggayang
memiliki trayek pH antara 3,1 – 4,4. Pemberian indikator harus sesedikit mungkin, sekitar 2
sampai 3 tetes sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan, dengan
demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga
seminimal mungkin untuk menghasilkan jarak titik ekivalen dan titik akhir
semakin dekat. Bila jarak titik ekivalen dengan titik akhir semakin jauh maka
semakin besar kesalahan titrasi akibat dari ketidakcocokan trayek pH dengan
hasil suasana larutan pada titik ekivalen sehingga saat titik ekivalen terjadi
maka larutan berubah warna karena kerja maksimal dari indikator belum berlaku
dengan maksimal. (Keenan, 1991)
A.
Macam-macam titrasi penetralan antara
lain sebagai berikut:
a.
Titrasi
asam kuat – basa kuat
Dalam
air akan terurai sempurna, misalnya reaksi asam klorida dengan Natrium
Hidroksida adalah sebagai berikut :
H+ + Cl- + Na+
+ OH-à Na+ + Cl- + H2O
Larutan
NaCl yang netral karena ion hidrogen dan hidroksil membentuk air. Kurva titrasi
bisa dengan menghitung nilai pH melalui konsentrasi ion OH- atau H+
yang ada dalam larutan pada setiap tahap penambahan asam atau basa. (Underwood dan Day, 2001)

b.
Titrasi
asam lemah – basa kuat
Misalnya
asam asetat (CH3COOH) dengan NaOH. Penentuan pH harus melalui konstanta
kesetimbangan (Ka) karena asam asetat hanya terurai sebagian maka :
HOAc àH+
+ OAc-
Ka = [H+]
[OAc-]
[HOAc]

c.
Titrasi
basa lemah – asam kuat
Jika
25 mL NH4OH 0,1 M (basa lemah) dititrasi dengan HCl 0,1 M (asam kuat), maka
besarnya pH semakin turun sedikit demi sedikit, kemudian mengalami penurunan
drastis pada pH antara 4 sampai 7. Titik ekuivalen terjadi pada pH kurang 7.
Oleh sebab itu, indikator yang paling cocok adalah indikator metil merah. (Underwood dan Day, 2001)
.

B.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Titrasi Asam Basa
a. Titik
Ekivalen/ Titik Akhir Teoritis
Volume
pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat sama dengan yang diperlukan untuk
bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis disebut sebagai titik ekivalen.
b.
Titik Akhir Titrasi
Titik
akhir titrasi yaitu suatu peristiwa dimana indikator telah menunjukkan warna
dan titrasi harus dihentikan.
c.
Indikator Titrasi
Zat
kimia yang digunakan untuk mengetahui bila penambahan titran berhenti/titik
ekivalen titran telah tercapai. Indikator asam-basa adalah zat yang berubah
warnanya atu membentuk fluorosen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH
tertentu. Indikator asam-basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH.
Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan
perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik. Perubahan warna
disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan
ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang
berbeda. (Harjadi, 1990)

Kesalahan yang biasa terjadi saat melakukan percobaan titrasi
ini diantaranya :
1.
Jika
saat titik akhir proses titrasi warna larutan berubah menjadi berwarna selain
jingga atau merah muda menandakan bahwa bisa saja terjadinya penurunan kualitas
indikator yang digunakan sehingga indikator tidak berfungsi maksimal dan
mengakibatkan muncul warna selain jingga atau merah muda.
2.
Kurang
tepat dalam menentukan konsentrasi larutan baku sekunder (HCl) sehingga
perhitungan penentuan kadar akan salah.
3.
Alat
praktikum kotor atau tidak steril disebabkan karena saat membersihkanya kurang
bersih sehingga alat praktikum masih tercemar oleh sisa zat yang pernah
menempati alat tersebut dan hasil titrasi tidak akan maksimal. Misalnya warna
larutan tidak sesuai dengan teori dan perhitungan kadar juga akan salah.
4.
Kurang
teliti dalam menentukan titik akhir titrasi dikarenakan subyek pengamat berbeda
dalam mengamati warna perubahan.
5.
Penimbangan
Na2CO3 salah karena tidak teliti saat membaca skala
neraca menyebabkan volume HCl berbeda dengan volume larutan baku
6.
Kondisi
buret yang tidak baik misal bocor dan kurang tepat membaca skala sehingga terjadi
kesalahan pada perhitungan.
C.
Pupuk ZA
Pupuk
Ammonium Sulfat sering dikenal dengan nama Zwavelzure Amoniak (ZA). Umumnya
berupa kristal putih dan hampir seluruhnya larut dalam air. Kadang-kadang pupuk tersebut
diberi warna (misalnya pink). Kadar N sekitar 20-21% (Riski Fauziah, 2018). yang diperdagangkan mempunyai
kemurnian sekitar 97 %. Kadar asam bebasnya maksimum 0,4 %. Sifat pupuk ini : larut air,
dapat dijerap oleh koloid tanah, reaksi fisiologisnya masam, mempunyai daya
mengusir Ca dari kompleks jerapan, mudah menggumpal tetapi dapat dihancurkan
kembali, asam bebasnya kalau terlalu tinggi meracun tanaman.
Pupuk
ZA adalah salah satu contoh pengaplikasian dari titrasi asam basa yaitu dengan
menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA. Nama ZA singkatan dari istilah
bahasa Belanda “Zwavelzuur Ammoniak”, yang berarti Ammonium Sulfat
((NH4)2SO4). Berikut adalah reaksi pengapikasian
dari titrasi asam basa pada pupuk ZA. (Speight, 2002).
(NH4)2SO4 (s) + 2NaOH
(aq) ® Na2SO4
(aq) + 2NH3 (g) + 2H2O (l)
NaOH (aq) + HCl (aq) à NaCl (aq) + H2O(l)
V.
Alat
dan Bahan
· Alat
1.
Botol timbang (vial) 4
buah
2.
Gelas ukur 10 ml 1 buah
3.
Biuret 1
buah
4.
Statif dan klem 1 buah
5.
Corong 1
buah
6.
Labu erlenmeyer 250 ml 3 buah
7.
Pipet tetes 4
buah
8.
Gelas beaker 250 ml 1
buah
9.
Bunsen 1
buah
10. Kaki
tiga 1
buah
11. Kasa/Lempeng seng 1
buah
· Bahan
1.
Na2CO3 0,529
gram
2.
Larutan HCl 0,1 N 100 ml
3.
Indikator metil merah 9
tetes
4.
Pupuk ZA 0,3
gram
5.
Larutan NaOH 0,1 N 150 ml
6.
Aquades 100
ml
7.
Kertas lakmus merah 3 lembar
VI.
Alur
percobaan
a.
Pembuatan larutan baku Na2CO3
![]() |
||
![]() |
Reaksi yang terjadi : Na2CO3(s)
+ H2O(l)
Na2CO3(aq)

b.

Penentuan
larutan HCl ± 0,1 N dengan larutan Na2CO3


![]() |
Reaksi
yang terjadi : Na2CO3(aq) + 2HCl(aq)
2NaCl(aq) + H2CO3

c.
Penentuan
kadar NH3 dalam pupuk ZA

![]() |
Reaksi yang terjadi :
(NH4)2SO4(s) +
2NaOH(aq)
Na2SO4(aq) + 2NH3(g)
+ 2H2O(l)

NaOH(aq) + HCl(aq)
NaCl(aq) + H2O(l)

VII.
Reaksi-reaksi
dan rumus perhitungan
· Reaksi-reaksi :
Na2CO3(s)
+ H2O(l)
Na2CO3(aq)

Na2CO3(aq)
+ 2HCl(aq)
2NaCl(aq) + H2CO3

(NH4)2SO4(s) +
2NaOH(aq)
Na2SO4(aq) + 2NH3(g)
+ 2H2O(l)

NaOH(aq) + HCl(aq)
NaCl(aq) + H2O(l)

·
Rumus
perhitungan :
1.
N =

N =
eq = 



N =
BE = 



Atau
N = n x M
2. n titran = n analit
Mol
ekivalen HCl = mol ekivalen NaOH
Mol
ekivalen HCl = mol NaOH sisa
Mol
NaOH reaksi = mol NaOH mula-mula – mol NaOH sisa
3. %
berat A = 

(Underwood dan Day, 2001)
VIII. Hasil Pengamatan
No.
|
Prosedur
percobaan
|
Hasil
pengamatan
|
Dugaan
reaksi
|
Kesimpulan
|
|||
1
|
![]()
|
· Sebelum :
-
Kristal Na2CO3 bewarna
putih
-
Aquades tidak bewarna
· Sesudah :
-
Larutan Na2CO3
tidak bewarna
|
Na2CO3(s)
+ H2O(l)
![]() |
Pengenceran padatan Na2CO3.
Rata-rata N Na2CO3 sebesar 0,099 N
|
|||
2.
|
Penentuan
larutan HCl ± 0,1 N dengan larutan Na2CO3
|
· Sebelum :
-
Larutan Na2CO3
tidak bewarna
-
Indikator metil merah bewarna
merah
-
Larutan HCl 0,1 N tidak bewarna
· Sesudah :
-
Larutan Na2CO3
+ indikator bewarna kuning
-
Setelah dititrasi larutan H2CO3
bewarna jingga
-
Volume HCl ketika dititrasi
-
V1 : 7,5 ml
-
V2 : 7,8 ml
-
V3 : 8,5 ml
|
Na2CO3(aq)
+ 2HCl(aq)
![]() |
Jadi rata-rata volume HCl yang didapat
adalah 7,93 ml.
Rata-rata N HCl 0,124 N
|
|||
3.
|
Penentuan
kadar NH3 dalam pupuk ZA
![]() |
· Sebelum :
-
Kristal pupuk ZA bening tidak bewarna
-
Massa pupuk ZA 1 = 0,101 g
-
Massa pupuk ZA 2 = 0,105 g
-
Massa pupuk ZA 3 = 0,107 g
-
Larutan NaOH tidak bewarna
-
Larutan HCl 0,1 N tidak bewarna
-
Indikator metil merah bewarna
merah
· Sesudah :
-
Pupuk ZA + NaOH tidak bewarna
-
Pupuk ZA + NaOH + dipanaskan
tidak bewarna
-
Waktu pemanasan ZA :
-
T1 : 18,49 menit
-
T2 : 16,37 menit
-
T3 : 17,37 menit
-
NaOH sisa tidak bewarna
-
NaOH sisa ditambah metil merah
bewarna kuning
-
Volume HCl saat titrasi
-
V1 : 15,3 ml
-
V2 : 15 ml
-
V3 : 13,3 ml
-
Setelah dititrasi
-
Larutan 1 : warna jingga
-
Larutan 2 : warna jingga +
-
Larutan 3 : warna jingga ++
|
-
(NH4)2SO4(s)
+ 2NaOH(aq)
![]()
-
NaOH(aq) + HCl(aq)
![]() |
-
Dititrasi menggunakan HCl untuk
menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA
-
Jadi rata-rata volume HCl yang
didapat adalah 14,53 ml
-
Rata-rata waktu pemansan pupuk ZA
dengan NaOH ialah 17,41 menit
-
Kadar rata-rata NH3 = 24,71%
|
IX.
Analisis
Percobaan
Dasar atau aspek penting pada praktikum
kali ini yaitu cara menimbang, pipetsasi, dan
melakukan titrasi, karena ini adalah praktikum kimia analitik
kuantitatif bukan kualitatif, yang mana angka sangat penting dan harus
diperhatikan. Saat menimbang, kita tidak mungkin mendapatkan hasil timbangan
yang sama persis dengan prosedur namun mendekati massa zat yang ditetapkan. Hal
ini adalah wajar, karena angka yang muncul di timbangan analitik bisa lebih
dari 6 angka dibelakang koma. Oleh karena itu, untuk mensiasati hal ini, kita
harus melihat angka pentingnya. Misalnya dibutuhkan 0,125 gram gula namun saat
menimbang didapatkan hasil yang mendekati adalah 0,12503222 gram, maka hasil
timbangan ini dianggap benar karena angka penting dalam prosedur adalah 3 angka
dibelakang koma, angka ke-4 haruslah 0 namun untuk angka ke-5 dan seterusnya
bebas.
Pipetsasi
atau cara memipet adalah cara untk memindahkan larutan dari wadah satu ke wadah
lainnya. Memipet harus dilakukan dengan benar agar tidak merusak larutan. Cara
memipet dengan benar adalah tekan karet pipet sebelum ujung pipet masuk ke
dalam botol reagen, kemudian lepaskan tekanan pada karet pipet saat ujung pipet
telah berada cukup dalam dari volume larutan, lalu pindahkan ke wadah yang
diingankan. Jangan sampai terjadi gelembung saat melepaskan tekanan pada karet
pipet karena hal itu dapat merusak larutan.
Titrasi
dilakukan berkali-kali di judul ini, maka dari itu kita harus mempunyai
kemampuan yang baik. Dalam melakukan titrasi, hal-hal yang dipersiapkan yaitu
larutan titran dan biuret dan larutan analit dalam erlenmeyer. Larutan titran
dala biuret dimasukkan menggunakan corong kaca hingga tinggi larutan kurang
lebih 2-3 cm diatas nol. Saat memasukkan larutan titran, ada baiknya tinggi
biuret sejajar dengan mata agar dapat terlihat volume yang telah dimasukkan
kedalamnya, setelah itu keluarkan larutan titran agar tepat berada pada angka 0
mL mensikus cekung. Larutan titran kecepatan keluarnya dapat diatur dengan
menggunakan kran biuret, sedangkan larutan analit harus digoyang-goyangkan saat
titrasi berlagsung sehingga gerakan tangan kita harus konstan. Hal ini dilakukan
agar pencampuran antara larutan titran dan analit dengan indikator merata
sehingga perubahan warna dapat berubah secara akurat.
Setelah
aspek-aspek penting diatas dijabarkan, sekarang kita akan mulai melakukan
percobannya. Pertama-tama kami melakukan percobaan pembuatan larutan baku Na2CO3
dengan mengambil kristal Na2CO3 berwarna putih ditimbang
sebanyak 0,5261 gram lalu disimpan dalam vial. Menimbang kristal Na2CO3
dilakukan dengan menggunakan timbangan analitik yang telah diberi vial dan
dikalibrasi, kristal Na2CO3 diambil sedikit demi sedikit
menggunakan spatula kemudian dimasukkan ke dalam vial yang ada di dalam
timbangan. Setelah ditimbang, kristal Na2CO3 dipindahkan
ke dalam labu ukur 100 mL menggunakan corong kaca, kemudian larutkan dengan
beberapa mL aquades. Setelah itu tambahkan aquades sampai tanda batas dan kocok
hingga homogen. Didapatkan hasil larutan baku Na2C3 tidak
berwarna. Pada proses ini tidak terjadi reaksi. Normalitas larutan Na2CO3
yang didapat adalah 0,09 N.
Percobaan
kedua yaitu penentuan larutan HCl ± 0,1 N dengan larutan Na2CO3.
10 mL larutan baku Na2CO3 tidak berwarna dipipet dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 3 tetes indikator
metil merah berwarna merah, larutan menjadi berwarna kuning. Kemudian dititrasi
dengan larutan HCl tidak berwarna, hentikan titrasi saat larutan berwarna merah
jingga kekuningan atau jingga. Catat volume HCl yang keluar dari biuret. Lakukan
hinggan 3 kali pengulangan. Didapat normalitas rata-rata HCl sebesar 0,124 N.
Percobaan
ketiga adalah percobaan titrasi penetralan yang diaplikasikan pada penentuan
kadar NH3 dalam pupuk ZA. Langkah pertama yaitu menimbang kristal
pupuk ZA tidak berwarna, sebanyak 0,1 gram sebanyak 3 kali dan disimpan dalam
vial. Masukkan 0,1 gram pupuk ZA dalam erlenmeyer 250 mL lalu tambahkan 25 mL
larutan NaOH tidak berwarna 0,1 N. Tambahkan corong kaca di mulut erlenmeyer
kemudian didihkan. Tunggu 10-15 menit hingga gas NH3 habis tak
bersisa, cek gas NH3 menggunakan kertas lakmus merah yang telah
dibasahi aquades. Jika kertas lakmus merah tak berubah warna menjadi biru, maka
proses pendidihan dihentikan. Pindahkan erlenmeyer ke tempat yang aman hingga
dingin. Setelah itu tambahkan 3 tetes indikator metil merah berwarna merah,
larutan berubah warna menjadi kuning. Lakukan titrasi larutan dalam erlenmeyer
(tidak berwarna) dengan larutan HCl tak berwarna, hentikan titrasi saat larutan
dalam erlenmeyer berubah menjadi warna merah jingga kekuningan atau jingga.
Catat volume HCl yang keluar dari biuret. Lakukan pengulangan hingga 3 kali.
Kadar rata-rata NH3 dalam pupuk ZA sebesar 24,71 %.
X.
Pembahasan
Pada percobaan pertama yaitu membuat
larutan baku Na2CO3 penimbangan menggunakan vial agar
kristal Na2CO3 tersimpan rapi hinga hari praktikum.
Pengambilan sedikit demi sedikit bertujuan agar kita dapat mengetahui kapan
saat berhenti menambahkan kristal Na2CO3 hingga mendekati
massa prosedur. Pengenceran kristal Na2CO3 dengan
beberapa mL aquades bertujuan untuk membuat campuran lebih mudah homogen
daripada dilarutkan langsung dengan 100 mL aquades. Pemindahan kristal Na2CO3
menggunakan corong kaca bertujuan agar kristal Na2CO3
jatuhnya langsung dan terarah ke dalam labu ukur. Percobaan ini tidak terjadi
reaksi antara kristal Na2CO3 dengan aquades karena
aquades merupakan pelarut universal, sehingga proses ini bisa disebut
pengenceran Na2CO3.
Percobaan
kedua penentuan larutan HCl ± 0,1 N dengan larutan Na2CO3. Larutan
baku Na2CO3 tak berwarna setelah ditambahkan indikator
metil merah berubah menjadi warna kuning. Dalam trayek metil merah larutan yang
berwarna kuning diperkirakan pH-nya sekitar 6,2 yang termasuk asam lemah. Jadi,
larutan Na2CO3 merupakan asam lemah. Kemudian dilakukan
titrasi asidimetri menggunakan HCl dan dihentikan saat larutan berwarna jingga
karena titik ekivalen indikator metil merah adalah perubahan warna larutan
menjadi jingga. Jika pada pH 4,2 inidkator menunjukkan warna merah dan pada pH
6,2 indikator menunjukkan warna kuning, maka saat ekivalen indikator akan
menunjukkan warna jingga yang mana merupakan campuran atau titik tengah antara
merah dan kuning. Percobaan ini diulangi sebanyak 3 kali agar data yang
didapatkan lebih valid. Hasil yang diperoleh di percobaan ini adalah normalitas
bukan molaritas, dimana normalitas menggunakan ekivalen yang tidak akan berubah
saat volume pelarut ditambahkan, sehingga perubahan alur yang semula
ditambahkan 25 mL air suling terlebih dahulu dapat diubah menjadi alur yang
baru.
Percobaan
ketiga adalah percobaan titrasi penetralan yang diaplikasikan pada penentuan
kadar NH3 dalam pupuk ZA. Campuran pupuk ZA dan NaOH dipanaskan bertujuan untuk
mempercepat reaksi agar zat-zat lain terpisah dari NH3 sehingga gas NH3
dapat terdeteksi dan menyisakan NaOH unutk dititrasi. Mulut erlenmeyer diberi
corong kaca difungsikan agar gas NH3 keluar satu arah dan lurus
keatas tidak menyebar ke samping, dengan adanya corong tersebut gas NH3 lebih
cepat keluar karena terarah. Setelah gas NH3 keluar sepenuhnya,
proses pemanasan dihentikan dan larutan dalam erlenmeyer didinginkan sebelum
ditirasi. Fungsi didinginkan adalah saat titrasi membutuhkan indikator metil
merah untuk mengetahui perubahan warna larutan, namun indikator metil merah
akan rusak jika dicampur dengan suhu tinggi karena salah satu komposisi
indikator metil merah merupakan pelarut organik, yaitu etanol. Larutan yang
dititrasi untuk percobaan ini menggunakan indikator metil merah bukan metil
jingga padahal trayek pH-nya hampir berdekatan karena dikhawatirkan ketika belum mencapai titik ekivalen sudah berubah
warna sehingga data yang didapat tidak valid. Setelah didinginkan, larutan
dalam erlenmeyer yang merupakan NaOH sisa, bukan Na2SO4, dititrasi
dengan HCl. Karena hanya NaOH yang dapat bereaksi atau dapat membuat indikator
berubah warna saat dititrasi dengan HCl. Hasil titrasi NaOH sisa dengan HCl
dapat digunakan unutk menghitung kadar rata-rata NH3 dalam pupuk ZA.
XI.
Kesimpulan
1.
Pengenceran padatan Na2CO3
menghasilkan larutan baku Na2CO3. Rata-rata normalitas Na2CO3 sebesar 0,099 N
2. Untuk
menentukan standarisasi larutan HCl dengan Na2CO3 sebagai
larutan baku dengan menitrasi larutan hingga tiga kali, sehingga menghasilkan
harga rata-rata Normalitas larutan HCl (N HCl) = 0,124 N dengan rata-rata
volume HCl yang didapat adalah 7,93 ml.
3.
Penentuan kadar NH3 dalam pupuk ZA
dilakukan dengan penambahan larutan NaOH dan dipanaskan untuk menghilangkan gas
NH3 yang terdapat dalam pupuk ZA dan dititrasi menggunakan HCl untuk
menentukan kadar NH3 dalam pupuk ZA
4. Rata-rata
volume HCl yang didapat adalah 14,53 ml dan rata-rata waktu pemanasan pupuk ZA
adalah 17,41 menit
5. Kadar
NH3 dalam pupuk Za setelah dilakukannya percobaan adalah 24,71%.
XII.
Pertanyaan
dan Jawaban
1. Mengapa
pada pembuatan larutan NaOH harus memakai air yang sudah dididihkan?
Jawab
:
Tujuan menggunakan air
yang mendidih yaitu untuk menghindari ledakan, sebab reaksi logam alkali (Na)
bersifat eksoterm. Dan juga logam alkali (Na) mudah bereaksi dengan air.
2. Apa
beda antara:
a. Larutan baku dan
larutan standar?
b. Asidimetri dan
alkalimetri?
Jawab :
a.
Larutan
baku adalah lautan yang mengandung zat murni yang konsentrasi larutannya sudah
diketahui melalui perhitungan dari hasil penimbangan dan
pengenceran. Sedangkan
larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah ditetapkan dengan
akurat.
b.
asidimetri merupakan penetapan kadar secara
kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku
asam, sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
3.
Berikan alasan penggunaan indikator pada
titrasi di atas!
Jawab : pada titrasi larutan HCl
dengan Na2CO3 menggunakan indikator metil merah bukan
metil jingga padahal trayek pH-nya hampir berdekatan karena dikhawatirkan
ketika belum mencapai titik ekivalen sudah berubah warna sehingga data yang
didapat tidak valid.
4. 1,2
gram sampel NaOH dan Na2CO3 dilarutkan dan dititrasi
dengan 0,5 N HCl dengan indikator pp. Setelah penambahan 30 ml HCl larutan
menjadi tidak bewarna. Kemudian indikator metil jingga ditambahkan dan
dititrasi lagi dengan HCl. Setelah penambahan 5 ml HCl larutan menjadi bewarna.
Berapa prosentase Na2CO3 dan NaOH dalam sampel?
Jawab :
Diketahui :
gram NaOH dan Na2CO3 =
1,2 gram
N HCl = 0,5 N
V1 HCl = 30 ml
V2 HCl = 5 ml
Ditanya : kadar Na2CO3
dan NaOH dalam sampel ?
Jawab :
Pada pencampuran NaOH + Na2CO3, jika V1>V2 maka :
Mmol NaOH = M (V1 - V2)
Mmol Na2CO3 = M x V2
-
Kadar Na2CO3
Mmol Na2CO3 = M x V2
= 0,5 x 5
= 0,25 mmol
= 0,00025 mol
-
Kadar NaOH
Mmol NaOH = M (V1 - V2)
= 0,5 ( 30-5 )
= 0,5 x 25
= 12,5 mmol
= 0,0125 mol
5. Pada
pH berapa terjadi perubahan warna indikator pp?
Jawab : Trayek pH pada indikator pp adalah 8-9,6 dari tak
berwarna menjadi warna merah. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada pH 8 indikator
pp tidak bewarna dan indikator pp akan berubah warna pada titik ekivalen,
menjadi merah muda.
Daftar pustaka
Brady,
J. E. 1999. Kimia Universitas Asasa dan
Struktur . Jakarta : Binakarya Aksara.
Day, R.A., Underwood, A.L. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif (Edisi Ke Enam).
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Harjadi, W. 1990. Ilmu kimia analitik dasar (cetakan kedua).
Jakarta : PT. Gramedia.
James,
G. Speight. 2002. Chemical and Process
Design Handbook. USA : Mc- Graw – Hill.
Keenan, Charles W. 1991. Kimia Untuk Universitas. Jakarta :
Erlangga.
Kleinfelter, Wood. 1980. Kimia Dasar Untuk Universitas Jilid I.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Riski Fauziah, J. P. (2018). Pengaruh Pemberian
Pupuk ZA pada Tanaman Merbei terhadap Kokon Ulat sutera Alam. Bioeksperimen ,
39.
Setiarso, Pirim. Dkk. 2015. Petunjuk praktikum kimia analitik 1 (DDKA). Surabaya : Unipress.
Perhitungan
Diketahui:
V1
HCl : 7,5 mL
V2 HCl :
7,8 mL
V3 HCl :
8,5 Ml
VNa2CO3 : 100 mL
m Na2CO3 = 0,529 gram
mr Na2CO3 = 106
V Na2CO3 = 100 mL
·
N Na2CO3 = ek x 

=
2 x

=
0,099 N
Menentukan
Normalitas HCl
Percobaan 1
N Na2CO3
x V Na2CO3 = N HCl x V HCl
0,099 x 10 = N HCl x 7,5
NHCl = 0,132 N
Percobaan 2
N Na2CO3
x V Na2CO3 = N HCl x V HCl
0,099 x
10 = N HCl x 7,8
N HCl =
0,126 N
Percobaan 3
N Na2CO3
x V Na2CO3 = N HCl x V HCl
0,099 x
10 = N HCl x 8,5
N HCl =
0,116 N
N rata- rata = 

=
= 0,124 N

Mol NH3
dapatdiperoleh dari mol NaOH karena koefisien sama
mol ekiv HCL = mol ekiv NaOH sisa
mol ekiv HCL = mol ekiv NaOH sisa
·
N NaOH = 

0,1
= mol x 

0,0025
= mol
Menghitung
persentase kadar NH3
1.
N HCl = 
0,132 = mol x
0,132 = 133,33 x mol
=
mol

0,132 = mol x

0,132 = 133,33 x mol

0,00099
= mol
Mol
ekiv HCl = mol ekiv NaOH sisa
mol NaOH reaksi = mol Mula mula – mol sisa
= 0,0025 – 0,00099
= 0,00151
massa NH3 = n X BM
= 0,00151 x 17
= 0,02567 g
mol NaOH reaksi = mol Mula mula – mol sisa
= 0,0025 – 0,00099
= 0,00151
massa NH3 = n X BM
= 0,00151 x 17
= 0,02567 g
%
NH3 =
x 100%

=
x 100%

=
0,2541 x 100%
= 25,41%
= 25,41%
2.
N HCl = 
0,126 = mol x
= mol

0,126 = mol x


0,00098
= mol
Mol
ekiv HCl = mol ekiv NaOH sisa
mol NaOH reaksi = mol Mula mula – mol sisa
= 0,0025 – 0,00098
= 0,00152
massa NH3 = n X BM
= 0,00152x 17
= 0,02584 g
mol NaOH reaksi = mol Mula mula – mol sisa
= 0,0025 – 0,00098
= 0,00152
massa NH3 = n X BM
= 0,00152x 17
= 0,02584 g
%
NH3 =
x 100%

=
x 100%

=
0,2460 x 100%
= 24,60 %
= 24,60 %
3.
N HCl = 
0,116 = mol x
= mol

0,116 = mol x


0,00098
= mol
Mol
ekiv HCl = mol ekiv NaOH sisa
mol NaOH reaksi = mol Mula mula – mol sisa
= 0,0025 – 0,00098
= 0,00152
massa NH3 = n X BM
= 0,00152x 17
= 0,02584 g
mol NaOH reaksi = mol Mula mula – mol sisa
= 0,0025 – 0,00098
= 0,00152
massa NH3 = n X BM
= 0,00152x 17
= 0,02584 g
%
NH3 =
x 100%

=
x 100%

=
0,2414 x 100%
= 24,14 %
= 24,14 %
%
NH3 rata rata = 

= 

= 24,71 %
Komentar
Posting Komentar