Laporan Praktikum Isolasi Minyak Jahe dari Rimpang Jahe
A. Judul Praktikum : Isolasi
Minyak Jahe dari Rimpang Jahe
B. Hari, Tanggal Praktikum : Jum’at, 08
Maret 2019 (07.30 WIB)
C. Hari, Tanggal Selesai Praktikum : Jum’at, 08
Maret 2019 (12.00 WIB)
D. Tujuan Praktikum :
1.
Memilih peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan
percobaan yang dikerjakan
2.
Memeilih bahan-bahan ynag dibutuhkan sesuai dengan
percobaan yang dikerjakan
3.
Mengisolasi minyak jahe dari rimpang jahe dengan cara
yang tepat
E. Dasar Teori
Tanaman jahe termasuk Famili
Zingiberaceae yang merupakan tanaman herba menahun, berakar serabut,
dan termasuk kelas monokotil atau berkeping satu. Jahe tumbuh subur di
ketinggian 10-1500 m dpl, kecuali jenis jahe gajah di ketinggian 500-950 m dpl.
Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan jahe optimal adalah 25-30oC )
(Halim, 1990).
Morfologi jahe secara umum terdiri
atas struktur rimpang, batang, daun, bunga dan buah. Batang jahe merupakan
batang semu dengan tinggi 30-100 cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging
akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip
dengan panjang 15-23 mm dan panjang 8-15 mm. Berdasarkan ukuran, bentuk, dan
warna rimpangnya ada tiga jenis jahe yang dikenal, yaitu: jahe gajah (Zingiber
officinale var. Roscoe) atau jahe putih, jahe putih kecil atau jahe
emprit ( Zingiber officinale var. Amarum), dan jahe merah (Zingiber
officinale var. Rubrum) atau jahe sunti ( Halim, 1990).
Bagian utama pada jahe yang
dimanfaatkan adalah rimpangnya. Rimpang jahe digunakan secara luas sebagai
bumbu dapur dan obat herbal untuk beberapa penyakit. Rimpang jahe mengandung
beberapa komponen kimia yang berkhasiat bagi kesehatan. Jahe segar digunakan
sebagai anti muntah (antiematic), anti batuk (ntitussive/expectorant ),
merangsang pengeluaran keringat, dan menghangatkan tubuh.
Jahe dapat dibuat berbagai produk
olahan jahe seperti simplisia, oleoresin, minyak atsiri, dan serbuk jahe. Jahe
memiliki sifat khas, yaitu oleoresin dan minyak atsiri. Minyak atsiri dan
oleoresin jahe terdapat pada sel-sel minyak jaringan korteks dekat
permukaan kulit (Keenan, 1980).
Oleoresin merupakan campuran resin
dan minyak atsiri yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut organik.
Menurut Guenther (1987), oleoresin jahe merupakan cairan kental berwarna
kuning, mempunyai rasa pedas yang tajam, larut dalam alkohol dan potroleum
eter, dan sedikit larut dalam air. Jahe mengandung resin yang cukup tinggi
sehingga dapat dibuat sebagai oleoresin. Kelebihan oleoresin adalah lebih
higienis dan memberikan rasa pedas (pungent) yang lebih kuat dibandingkan bahan
asalnya.
Minyak jahe merupakan
salah satu minyak atsiri yang dapat di isolasi dari rimpang (akar) jahe
sebanyak 1,5-3% dari berat jahe kering. Minyak jahe di Negara maju digunakan
sebagai campuran pembuatan kosmetik, bahan penyedap makanan, dan sebagai obat.
Senyawa penyusun minyak jahe terdiri dari α- pinena, kamfena, 1,8-sineol,
bomeol, neral, geraniol, α-kurkumina, α zingeberena, dan β-saskuipellandrena.
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis
berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Ketiga jenis itu adalah jahe
putih/kuning besar (jahe gajah), jahe putih/kuning kecil (jahe emprit)
dan jahe merah. Jahe emprit dan jahe merah mengandung minyak atsiri 1,5-3,8%
dari berat keringnya dan cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak oleoresin
dan minyak atsirinya (Halim, 1990). Tanaman jahe membentuk rimpang yang
ukurannya tergantung pada jenisnya. Bentuk rimpang pada umumnya gemuk
agak pipih dan tampak berbuku-buku. Rimpang jahe berkulit agak tebal yang
membungkus daging rimpang, yang kulitnya mudah dikelupas (Petrucci, 1985).
Jahe kering mengandung beberapa
komponen kimia, yaitu pati, minyak atsiri, fixed oil, air, abu, atau serat
kasar. Minyak jahe mengandung dua komponen utama, yaitu:
1. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan
salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan. Tumbuhan
penghasil minyak atsiri antara lain termasuk dalam family Pinaceae,
Labiatae, Myrataceae, rutaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Umbelliferae,
dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di
daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizome (Petrucci, 1985).
Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak
mudah menguap atau minyak terbang. Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada
umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit,
batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap.
Meskipun kenyataan untuk memperoleh minyak atsiri dapat juga diperoleh dengan
cara lain seperti dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik
maupun dengan cara dipres atau dikempa dan secara enzimatik (Hedricson, 1988).
Minyak atsiri membuat tanaman
Zingiber Officinale memiliki bau yang khas ini diperoleh hanya
berkisar pada 1-3% dari total massa jahe kering (tergantung jenis jahe).
Komponen utama dalam minyak jahe adalah zingiberen dan zingiberol (sesqueterpen
alkohol (C15H26O), yang menyebabkan bau khas minyak
jahe). Sedangkan senyawa penyusun dari keduanya adalah n-desilaldehide
(bersifat optis dan inaktif), n-nonil aldehide d-camphene, d-α-phellandrene,
metal heptenon, sineol, borneol dan geraniol, lineol, asetat dan
kaprilat, sitral, chaviol, limonene, dan fenol zingiberen (senyawa yang paling
utama dalam minyak). Selama proses penyimpanan, senyawa pada tanaman jahe akan
mengalami proses resinifikasi (Guenter, 1952).
Komponen utama dalam minyak jahe
adalah zingiberen dan zingiberol yang menyebabkan bau tajam. Sedangkan
senyawa penyusunnya adalah n-desialdehid yang bersifat optis dan inaktif,
n-nonil aldehida, d-camphene, d-α-phellandrone, metal heptenon, sineol,
borneol, dan geraniol, lineol, asetat, dan kaprilat, sitral, chaviol,
limonene, fenol. Zingiberen adalah senyawa paling utama dalam minyak selama
penyimpanan, persenyawaan akan mengalami resonifikasi. Zingiberol merupakan
sesque-terpen alkohol (C15H26O) yang menyebabkan bau khas
pada minyak jahe (Fessenden, 1992).
Minyak atsiri yang dihasilkan dari
proses ekstraksi merupakan minyak atsiri kasar, sehigga belum siap digunakan
oleh industri minyak atsiri seperti industri parfum, kosmetik, dan farmasi.
Oleh karena itu jika akan digunakan maka minyak tersebut harus diolah lebih
lanjut minsalnya proses fraksionasi deterpensi, isolasi komponen dan
retrifikasi atau merakik berbagai jenis atsiri hasil proses tersebut hingga
menghasilkan wangian dalam bentuk komponen.
Didalam parfum, minyak atsiri
memegang peranan penting sebagai komponen pewangian yang juga merupakan
campuran berbagai bahan pewangi yang berasal dari berbagai bahan pewangi yang
berasal dari minyak atsiri dan semi sintetik atau senyawa sintetik.
2.
Fixed oil
Jahe
mengandung fixed oil sebanyak 3-4% dari total massa jahe kering yang terdiri
dari gingerol, shagaol, dan resin. Keempat senyawa tersebut menyebabkan
rasa pedas pada jahe. Senyawa oleoresin dapat diperoleh dengan cara
ekstraksi menggunakan pelarut yang menguap, misalnya aseton, alkohol atau
eter. Jumlah komponen dalam oleoresin yang dihasilkan tergantung dari jenis
pelarut yang digunakan (Hedricson, 1988).
Fraksi utama dalam jahe dibedakan
menjadi fraksi volatil dan fraksi non volatil yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Fraksi
|
Komponen
|
Non volatil
|
Gingerol, shogaol, gingediols, gingediacetates,
gingerdiones, gingerenones.
|
volatil
|
(-) zingiberene, (+) ar-curcumene, sesquipelandrene,
bisabolene, pinene, bomyl acetate, borneol, champhene, cymene, cineol,
citral, cumene, elemene, farnesene.
|
Ada tiga cara umum untuk mengambil
komponen atsiri dari tumbuhan : Distilasi, Ekstrasi dengan pelarut dan
pengaliran udara atau aerasi (Robinson,1995). Minyak atsiri biasanya terdapat
pada kelenjar minyak tanaman. Menurut Guenther, proses pelepasan minyak atsiri
pada distilasi bagian tanaman didasarkan pada proses hidrodifusi yaitu
difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran tanaman. Distilasi pada
tekanan rendah dan suhu rendah memungkinkan terjadinya penguraian oleh enzim,
sehingga menimbulkan perubahan kandungan jaringan. Cara isolasi lain adalah
dengan ekstrasi menggunakan suatu pelarut organik. Beberapa minyak atsiri yang
berbobot molekul rendah terlalu mudah larut dalam air untuk diekstraksi
dengan pelarut organik secara efisien. Pelarut organik yang efisien misalnya
n-heksana merupakan jenis pelarut organik berfungsi untuk mengekstraksi lemak
atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi
jernih (Mahmudi, 1997). Setelah diperoleh minyak atsiri, kemudian ditambahkan
Natrium Sulfat anhidrat ke dalam gelas beker yang berisi minyak atsiri.
Penambahan ini bertujuan untuk mengikat air yang masih bercampur dengan minyak
atsiri sehingga diperoleh minyak atsiri yang murni.
Standar
mutu minyak atsiri jahe menurut ketentuan EOA (Essential Oil Association)
adalah sebagai berikut:
No.
|
Spesifikasi
|
Persyaratan
|
1.
|
Warna
|
Kuning muda-kuning
|
2.
|
Bobot jenis 25/25oC
|
0,877 - 0,882
|
3.
|
Indeks bias
|
1.486 - 1.492
|
4.
|
Putaran optik
|
(-28oC) – (-45oC)
|
5.
|
Bilangan penyabunan
|
Maksimum 20
|
·
Pelarut
Petroleum eter adalah pelarut non
polar yang merupakan campuran dari hidrokarbon cair yang mudah menguap.
Petroleum eter akan melarutkan senyawa-senyawa yang bersifat kurang polar pada
selubung sel dan dinding sel seperti lemak-lemak, terpenoid, klorofil dan
steroid. merupakan campuran hidrokarbon (bukan eter sebenarnya) yang atsiri dan
mudahterbakar, tidak berwarna, terutama terdiri dari pentana dan heksana.
Petroleumeter memiliki titik didih dalam rentang 20-75 °C, titik lebur -73 °C
dan memiliki konstanta dielektrikum 2,0-2,2 (Anonim, 2009).
Pada praktikum isolasi minyak jahe
dari rimpang jahe menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut n-heksana.
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14.
Heksana merupakan pelarut non polar yang bersifat stabil dan mudah menguap
sehingga memudahkan untuk refluks, selektif dalam menguapkan zat, dan
pelarut yang ringan dalam mengangkat minyak yang terkandung dalam
biji- bijian. Pelarut ini memiliki titik didih 69oC sehingga bisa
digunakan sebagai pelarut dalam pemisahan minyak atsiri. Sedangkan minyak
jahe memiliki titik didih 140-180oC. Perbedaan titik didih inilah yang
dimanfaatkan untuk memisahkan minyak jahe dan pelarut n-heksana. Kadar air jahe
basah 86,2%, dan randemen rata-rata minyak jahe yang bisa dihasilkan mampu
mencapai 1-3% berat kering, tergantung jenis jahe serta penanganan dan efektivitas
proses penyulingan.
Menurut
Guenther (1987), pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi. Pemilihan
pelarut pada umumnya dipengruhi oleh faktor-faktor antara lain:
1. Selektivitas
Pelarut
dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan sempurna
2. Titik didih
pelarut
Pelarut
harus mempunyai titik didih yang cukup rendah sehingga pelarut mudah diuapkan
tanpa menggunakan suhu tinggi pada proses pemurnian dan jika diuapkan tidak
tertinggal dalam minyak
3. Pelarut
tidak larut dalam air.
4. Pelarut
bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain.
5. Harga
pelarut semurah mungkin.
6. Pelarut
mudah terbakar.
·
Pengukuran
Indeks Bias
Pengukuran indeks bias dilakukan dengan
menggunakan refraktometer. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia untuk mutu
minyak atsiri yang baik, rentang harga indeks bias yaitu berkisar 1,486–1,492.
Pengukuran indeks bias ini penting untuk pengukuran sifat dan kemurnian cairan,
konsentrasi larutan dan perbandingan komponen dua zat cair yang diekstraksikan
dalam pelarut. Indeks refraksi suatu medium ke medium lain biasanya bergantung
kepada panjang gelombang. Indeks bias dipengaruhi oleh panjang rantai karbon
dan jumlah ikatan rangkap. Kenaikan nilai indeks bias menunjukkan peningkatan
panjang rantai karbon, dan jumlah ikatan rangkap. Dengan demikian
peningkatan nilai indeks bias mengindikasikan peningkatan komponen-komponen
senyawa kimia yang memiliki susunan rantai karbon panjang atau ikatan rangkap
yang banyak (Nuryoto, dkk., 2011).
·
Isolasi
Minyak Jahe
Dasar pemisahan pada distilasi
adalah perbedaan titik didih cairan pada tekanan tertentu. Pemisahan
dengan distilasi melibatkan penguapan diferesial dari suatu campuran cairan diikuti
dengan penampungan material yang menguap dengan cara pendinginan dan pengembunan.
Beberapa teknik distilasi lebih cocok untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif di
laboratorium dan industri. Sebagai contoh adalah pemurnian alkohol,
pemisahan minyak bumi menjadi fraksi-fraksinya, pembuatan minyak atsiri
dan sebagainya.
Pemisahan dengan distilasi berbeda
dengan pemisahan dengan cara penguapan. Pada pemisahan dengan distilasi,
semua komponen yang terdapat di dalam campuran bersifat mudah menguap
(volatil). Tingkat penguapan (volatilitas) masing-masing komponen
berbeda-beda pada suhu yang sama. Hal ini akan berakibat bahwa pada suhu
tertentu uap yang dihasilkan dari suatu campuran cairan akan selalu mengandung
lebih banyak komponen yang kurang volatil. Jadi cairan yang setimbang
dengan uapnya pada suhu tertentu memiliki komposisi yang berbeda. Pada
pemisahan dengan cara penguapan komponen volatil dipisahkan dari komponen
yang non volatil, karena proses pemanasan.
Ekstraksi pelarut meyangkut
distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling
bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat
dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat
digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis
kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan
preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik di laboratorium.
Alat yang digunakan berupa corong pemisah (paling sederhana), alat ekstraksi
soxhlet, sampai paling rumit berupa alat “counter current craig (Soebagio,
dkk., 2003).
·
Sokletasi
Sokletasi adalah suatu metode /
proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara
penyaringan berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen
yang diinginkan akan terisolasi. Pengambilan suatu senyawa organik dari suatu
bahan alam padat disebut ekstraksi. Jika senyawa organik yang terdapat dalam
bahan padat tersebut dalam jumlah kecil, maka teknik isolasi yang digunakan
tidak dapat secara maserasi, melainkan dengan teknik lain dimana pelarut yang
digunakan harus selalu dalam keadaan panas sehinggadiharapkan dapat mengisolasi
senyawa organik itu lebih efesien. Isolasi semacam itu disebut sokletasi.
Adapun prinsip sokletasi ini yaitu: Penyaringan
yang berulang ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang
digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya
diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi
menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa
organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang
tidak diinginkan. Isolasi Minyak Jahe dari Rimpang Jahe Metoda sokletasi seakan
merupakan penggabungan antara metoda maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda
pemisahan minyak astiri ( distilasi uap ), tidak dapat digunakan dengan baik
karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup
kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun
perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang didapatkan untuk pemisahan ini
adalah sokletasi.
Sokletasi digunakan pada pelarut
organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah
dingin secara kontunyu akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut
dimasukkan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan
diisolasi tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu
distilasi yang diuapkan dengan rotary evaporator sehingga pelarut tersebut
dapat diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat
ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut
yang diinginkan.
Syarat
syarat pela yang digunakan dalam proses sokletasi:
1.
Pelarut yang mudah menguap seperti : n-heksan, eter,
petroleum eter, metil klorida dan alkohol
2. Titik didih
pelarut rendah.
3. Pelarut
tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.
4. Pelarut
terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
5. Pelarut
tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
6. Sifat sesuai
dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar.
Ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan secara berurutan pelarut –pelarut organik dengan kepolaran yang
semakin menigkat. Dimulai dengan pelarut heksana, eter, petroleum eter, atau
kloroform untuk memisahkan senyawa - senyawa trepenoid dan lipid - lipid,
kemudian dilanjutkan dengan alkohol dan etil asetat untuk memisahkan senyawa -
senyawa yang lebih polar. Walaupun demikian, cara ini seringkali tidak. menghasilkan
pemisahan yang sempurna dari senyawa-senyawa yang diekstraksi
Cara menghentikan sokletasi adalah
dengan menghentikan pemanasan yang sedang berlangsung. Sebagai catatan, sampel
yang digunakan dalam sokletasi harus dihindarkan dari sinar matahari langsung.
Jika sampai terkena sinar matahari, senyawa dalam sampel akan berfotosintesis
hingga terjadi penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa
baru yang disebut senyawa artefak, hingga dikatakan sampel tidak alami lagi.
Alat sokletasi tidak boleh lebih rendah dari pipa kapiler, karena ada
kemungkinan saluran pipa dasar akan tersumbat. Juga tidak boleh terlalu tinggi
dari pipa kapiler karena sampel tidak terendam seluruhnya. Dibanding dengan
cara terdahulu ( destilasi ), maka metoda sokletasi ini lebih efisien, karena:
1. Pelarut
organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara berulang kali.
2. Waktu yang
digunakan lebih efisien.
3. Pelarut
lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi.
Sokletasi dihentikan apabila :
1. Pelarut yang
digunakan tidak berwarna lagi.
2. Sampel yang
diletakkan diatas kaca arloji tidak menimbulkan bercak lagi.
3. Hasil
sokletasi di uji dengan pelarut tidak mengalami perubahan yang
4. spesifik.
Keunggulan sokletasi :
1. Sampel
diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.
2. Jumlah
pelarut yang digunakan sedikit.
3. Proses
sokletasi berlangsung cepat.
4. Jumlah
sampel yang diperlukan sedikit.
5. Pelarut
organik dapat mengambil senyawa organik berulang kali.
Kelemahan sokletasi :
1. Tidak baik
dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang mudah rusak atau senyawa
senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi penguraian.
2. Harus
dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan pereaksi meyer,
Na, wagner, dan reagen reagen lainnya.
3. Pelarut yang
digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah menguap
F. Alat dan Bahan
·
Alat
1.
Alat ekstraksi Soxhlet 1
set
2.
Evaporator 1
buah
3.
Corong pisah 1
buah
4.
Reflakto meter 1
buah
5.
Pembakar spirtus 1
buah
6.
Spatula 1
buah
7.
Statif 1
buah
8.
Klem 2
buah
9.
Gelas kimia 500 mL 1
buah
10. Gelas kimia
100 mL 1
buah
11. Gelas ukur
100 mL 1
buah
12. Batu didih 1
buah
·
Bahan
1.
Natrium Sulfat anhidrat 5 gram
2.
Jahe kering 1
buah
3.
Bubuk jahe 10
gram
4.
n-heksana 20
ml
G. alur percobaan
H. Hasil Pengamatan
No. Perc
|
Prosedur Percobaan
|
Hasil Pengamatan
|
Dugaan/Reaksi
|
Kesimpulan
|
|
Sebelum
|
Sesudah
|
||||
1
|
|
· Serbuk
jahe berwarna kuning kecoklatan
· Berat
serbuk jahe 10,004 gram
· Pelarut
n-heksana tidak berwarna
· Na2SO4
anhidrat tidak berwarna
|
· Setelah
diekstrak didapatkan hasil ekstraksi berwarna kuning
· Setelah
dievaporasi larutan berwarna coklat
· Setelah
dievaporasi pelarut tidak berwarna
· Massa
jahe sebelum dioven: 1 gram
· Setelah
dioven 1: 0,8 gram
· Setelah
dioven 2: 0,8 gram
· Setelah
dioven 3: 0,6 gram
|
· Rendemen
minyak jahe secara teori 0,82-2,8% (Suprapti, 2003).
· Indeks
bias minyak jahe secara teori = 1,4679-1,4901 (LPTI BP Kimia Bogor).
· Indeks
bias n-heksana secara teori adalah 1,3725-1,3750 (Anwar, 1999).
· Kadar
air pada jahe secara teori 80-95% (Anwar,1994).
|
· Rendemen
minyak jahe 0,857%
· Indeks
bias jahe = 1,447501
· Indeks
bias pelarut (n-heksan) = 1,372907
· Kadar
air 80%
· Rendemen
minyak jahe, indeks bias jahe, indeks bias n-heksana, dan kadar air pada jahe
sesuai dengan teori.
|
I.
Analisis dan
Pembahasan
Pada percobaan kali ini berjudul
“Isolasi Minyak Jahe dari Rimpang Jahe”. Jahe dapat dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu jahe merah, jahe gajah dan jahe emprit. Yang digunakan dalam perobaan ini
adalah jahe emprit (Zingiber Officinale var Amarum), jahe ini mempunyai ciri
utama yaitu ukuran rimpang yang kecil.
Jahe yang dibutuhkan dalam praktikum
ini adalah serbuk jahe yang kering. Salah satu proses terpenting dalam pembuatan
serbuk jahe ialah dengan cara dikeringkan. Tujuan dilakukannya pengeringan
adalah mengurangi persentase air dalam rimpang jahe karena semakin sedikitnya
kadar air pada rimpang jahe, maka akan menghasilkan minyak jahe yang lebih baik
karena tidak tercampur dengan air. Pada dasarnya proses pengeringan jahe dapat
dilakukan dengan menggunakan oven. Mutu jahe yang dikeringkan dengan
menggunakan oven sangat dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan udara pengering.
Semakin tinggi suhu dan kecepatan udara pengering, makin cepat pula proses
pengeringan yang berlangsung karena energi panas yang dibawa makin besar yang
disebabkan jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan makin besar. Namun proses pengeringan jahe tersebut menyebabkan
terjadinya penguapan dan kerusakan sebagian senyawa fenol, akibatnya terjadi
penurunan aktivitas antioksidan pada jahe. Jadi suhu dan lamanya pengeringan
menggunakan oven harus diperhatikan agar tidak merusak kandungan yang ada di dalam
rimpang jahe. Sehingga cara tepat untuk mengeringkan jahe dapat dilakukan
dengan cara diangin-anginkan. Untuk proses penghalusan menjadi serbuk jahe
bertujuan untuk memperbesar luas permukaan jahe, karena semakin besar luas
permukaan yang dimiliki oleh jahe, maka pelarut akan lebih mudah dalam
melarutkan komponen dari jahe tersebut, sehingga proses ekstraksi akan lebih
cepat.
Percobaan dengan judul “Isolasi
Minyak jahe dari Rimpang Jahe” bertujuan untuk memilih peralatan dan bahan yang
sesuai dengan percobaan yang dikerjakan serta dapat mengisolasi minyak jahe
dari rimpang jahe dengan cara yang tepat. Pada percobaan ini terdapat dua macam
percobaan, yang pertama adalah penentuan rendemen dan indeks bias serbuk jahe,
sedangkan yang kedua adalah penentuan kadar air jahe untuk menentukan berat
jenisnya.
·
Penentuan
rendemen dan indeks bias serbuk jahe
Penentuan rendemen dan indeks bias
serbuk jahe ini bertujuan untuk mengetahui banyak ekstrak yang diperoleh
(rendemen) dan mengetahui indeks bias yang dimiliki oleh minyak atsiri maupun
n-heksana. Pada percobaan isolasi minyak jahe dilakukan dengan menggunakan metode
ekstraksi sokletasi. Prinsip sokletasi yaitu suatu penyaringan yang dilakukan
secara berulang dan disertai pemanasan dengan menggunakan pelarut yang relatif.
Langkah pertama yaitu merangkai alat
ekstraksi, serbuk jahe yang dibungkus dengan kertas saring dimasukkan kedalam
alat soxhlet agar semua sampel yang diekstraksi dapat terekstrak dengan baik
oleh pelarut. Pelarut yang digunakan harus sesuai dengan zat yang ingin
diekstraksi, pelarut yang kami gunakan adalah n-heksana.
Pelarut n-heksana digunakan untuk
ekstraksi jahe dikarenakan merupakan salah satu pelarut organik yang bersifat
non-polar, sehingga bisa melarutkan senyawa yang non-polar seperti senyawa
oleoresin yang terdapat dalam jahe. n-heksana juga memiliki sifat tidak mudah
menguap dan juga mempunyai sifat yang stabil sehingga sangat cocok digunakan
sebagai pelarut dalam proses ekstraksi (Guenther, 1990). Selain itu titik didih
n-heksana yang cukup rendah yaitu 68,5oC Dengan titik didih pelarut
yang cukup rendah akan memudahkan proses pemisahan dan pemurnian antara minyak
atsiri jahe dengan pelarut n-heksana itu sendiri karena selisih titik didih
yang cukup tinggi dibandingkan dengan minyak atsiri yaitu 140-180oC.
Dengan titik didih pelarut n-heksana yang cukup rendah, pemisahan dan pemurnian
minyak atsiri juga tidak akan merusak senyawa yang terkandung di dalamnya.
Pelarut n-heksana kemudian dimasukkan
ke dalam labu ekstraktor (yang sudah berisi batu didih). Fungsi batu didih adalah
untuk meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada seluruh bagian
pelarut. Apabila dipanaskan, pori-pori dalam batu didih akan membantu
penangkapan udara pada larutan dan melepaskannya ke permukaan larutan, sehingga
menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung kecil pada batu didih.
Setelah alat ekstraksi selesai
dirangkai, dilakukan pemanasan. Pemanas yang digunakan adalah heating mantel
karena dapat menjaga suhu pemanasan agar tetap konstan, dimana pada teknik
pemisahan atau pemurnian senyawa ini didasarkan pada perbedaan titik didih dari
masing-masing zat dalam campuran. Pemanasan ini menyebabkan terjadinya
penguapan dan pendinginan larutan secara sekaligus. Saat larutan dipanaskan,
larutan akan menguap karena telah melewati titik didihnya. Uap yang dihasilkan
ini kemudian akan mengalir ke dalam kondensor. Ketika uap melewati kondensor,
akan terjadi pendinginan sehingga uap berubah kembali menjadi larutan yang
kemudian ditampung pada wadah destilat.
Proses ekstraksi berjalan secara
sistematis sampai ekstraksi ke-25, Sebelum proses ekstraksi ke-25 warna pelarut
yang berada di soxhlet masih menunjukkan warna kuning yang menandakan masih ada senyawa oleoresin yang
belum larut dari serbuk jahe. Setelah ekstraksi ke-25, jahe serbuk sudah
terektraksi secara sempurna. Ditandai dengan warna pelarut kembali seperi awal
yaitu tidak berwarna.
Setelah didapatkan hasil ekstraksi, langkah
selanjutnya adalah proses pemurnian pelarut dari minyak jahe. Pada proses ini
digunakan alat evaporator yang bertujuan untuk memurnikan hasil ekstrak berupa
minyak jahe dari pelarut. Prinsip dasar dari evaporator yaitu untuk menukar
panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Hasil ekstrak jahe
yang telah dipekatkan akan berwarna kuning kecoklatan, sisa pelarut n-heksana kemudian
ditampung kembali.
Hasil ekstrak jahe kemudian
ditambahkan 1 gram padatan Na2SO4 bewarna putih yang sudah dioven selama 5
menit. Fungsi penambahan serbuk Na2SO4 anhidrat ini adalah untuk mengikat sisa
air (H2O) dari proses penguapan maupun ekstraksi dari minyak atsiri sehingga
dihasilkan minyak jahe dengan kemurnian cukup tinggi. Setelah dilakukan
penambahan, dihasilkan larutan berwarna kuning kecoklatan. Persamaan reaksinya
adalah :
Setelah ditambahkan padatan Na2SO4,
larutan didekantasi kemudian terbentuk filtrat berwarna kuning kecoklatan dan
residu dengan warna yang sama yaitu kecoklatan. Massa minyak atsiri yang
dihasilkan adalah sebesar 0,0284 gram sehingga diperoleh rendemen sebesar 0,284%.
Berdasarkan rumus massa minyak jahe dibagi dengan massa awal kemudian dikalikan
100 %. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana rendemen minyak atsiri adalah
bekisar antara 0,82-2,8% (Suprapti, 2003).
Pengukuran indeks bias dilakukan
dengan pengamatan melalui refraktometer. Pengguanakan refraktometer dilakukan
dengan cara membersihkan permukaan
prisma dengan menggunakan alkohol dan membilas dengan menggunakan aquades,
kemudian menempatkan satu tetes minyak atsiri yang diperoleh pada permukaan
prisma lalu. Pengamatan dilakukan melalui lensa dengan memutar-mutar pengatur
indeks bias hingga diperoleh suatu garis batas yang jelas antara bidang terang
dan gelap yang terletak pada bidang menyilang. Berdasarkan hasil pengamatan,
indeks bias minyak atsiri adalah 1,486-1,492 sesuai dengan SNI 06.1312.1998. yang
menyebutkan bahwa indeks bias minyak atsiri adalah sebesar 1,477501. Sedangkan
untuk n-heksana, indeks bias berdasarkan hasil pengamatan adalah 1,373812
sesuai dengan teori bahwa indeks bias n-heksana adalah 1,3725-1,3750
(Anwar,1994).
Penentuan kadar air jahe
Dalam percobaan ini dilakukan uji
kandungan air pada jahe, yaitu dengan cara menimbang potongan jahe yang sudah
dibersihkan dan ditimbang sebanyak 1 gram kemudian di oven pada suhu 110oC
selama 10 menit. Hasil massa jahe pada pemanasan didalam oven yang pertama
adalah 0,8 gram, kemudian dilakukan pengulangan pemanasan didalam oven
berulang-ulang sampai didapatkan hasil yang konstan dengan suhu dan waktu lama
pemanasan yang konstan, didapatkan hasil dari pemanasan kedua ialah 0,8 gram,
dan yang ketiga ialah sebesar 0,6 gram. Berdasarkan masa konstan ini, dapat
diketahui bahwa kadar air dalam jahe yang digunakan adalah sebesar 80%. Dari
hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa kadar air dari serbuk jahe sesuai
dengan literatur yang ada yaitu berkisar antara 80-90% (Anwar, 1994).
J.
Kesimpulan
· Rendemen
minyak jahe 0,857%
· Indeks
bias jahe = 1,447501
· Indeks
bias pelarut (n-heksan) = 1,372907
· Kadar
air = 80%
· Rendemen
minyak jahe, indeks bias jahe, indeks bias n-heksana, dan kadar air pada jahe
sesuai dengan teori.
Daftar
Pustaka
Anwar, Chairil, &
Hasmi. 1994. Pengantar Praktikum Kimia
Organik. Jakarta: Depdikbud.
Fessenden, R.J.1992. Kimia
Organik edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Guenther. 1952. The Essential Oils. D. Van Norstratd Co.Inc.
New York: 2nd ed.
Halim, 1990. Analisis Kimia Kuantitatif edisi 1.
Jakarta: Erlangga.
Hedricson. 1988. Penuntun Praktikum Kimia Organik Sintetik.
Makassar: Fakultas Farmasi UMI.
Keenan, Charles W. 1980. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Oxtovy, David W. Dkk.
1999. Prinsio-prinsip Kimia Modern edisi
keempat jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, Ralph H.
1985. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan
Modern edisi keempat jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Lampiran Perhitungan
a. Isolasi minyak jahe
Diketahui :
·
Massa serbuk jahe = 10 gram
·
Volume n-heksana = 10 ml
·
Massa minyak jahe = 0,0284 gram
Ditanya : randemen
?
Jawab : randemen
=
=
= 0,284%
b. Kadar air dalam serbuk jahe
Diketahui :
·
Massa jahe sebelum di oven = 1 gram
·
Massa jahe setelah di oven 1 = 0,8 gram
2 = 0,8 gram
3 = 0,6 gram
Ditanya
: %
kadar air ?
Jawab
: %
kadar air =
=
= 20%
Komentar
Posting Komentar